.

WELCOME TO MY BLOG. . . . ! ! !

Minggu, 20 Juni 2010

Fitrah Dalam Naungan

Bandara, 15 Juni Xy. Di sebuah bandara, seorang gadis berusia sekitar dua puluhan mendorong koper travelnya sambil celingak-celinguk mencari sesuatu. Gadis itu berkulit langsat, namun bermata biru. Rambutnya yang hitam lurus terurai sampai di bawah bahunya. Badannya tinggi semampai sangat sesuai dengan terusan kuning yang membentuk lekuk-lekuk tubuhnya. Di tangannya tergantung jaket berbahan woll berlapis sutera yang dikenakannya di pesawat tadi. Beberapa berlian menjuntai berkilauan menghias kalung yang melingkari leher jenjangnya. Modis. Sangat modis. Itulah kesan yang pasti ditimbulkan di setiap mata yang memandangnya. Tak lama ia berjalan, akhirnya bibir tipisnya mengeluarkan senyum tipis pula yang menawan. Ia melihat papan kecil bertuliskan “WELCOME TO INDONESIAN, MISS VIENNECE”. Ia segera menuju orang yang memegangi papan tersebut. “Thanks Mister, telah menyambut saya,” katanya sembari mengulurkan tangan. Di depannya pemuda berusia sekitar dua puluh lima tahun tersenyum ramah. “Ini sudah menjadi tugas saya. Mari saya antarkan ke kedutaan,”balasnya ramah. Tangan Miss Viennece tidak disambutnya. Ia malah segera berbalik sambil mendorong koper Mis Viennece. ”Hh, Daddy, Indonesian so bad. Everyone in here never know greet!! I want back home, Daddy. I dislike Indonesian ! I’m Viennece Rindgrand Harv!! The best student of Australian University ! No one can’t like me! So, each mystep and say I’m the best !! Anywhere…!!!” ***

Blackpearl Hotel, 20 Juni Xy. Dear Dady, Dad, saya sangat prihatin dengan Indonesian! Wajar negara ini never Going up! Sudah lima hari saya stay at this hotel. Nope, Daddy!! Mister Brann, perwakilam kedutaan Australian say this is best hotel in this town. But, are you believe Dad? Shower, Dad! Shower! Just shower yang ada di sini. Tak ada bathtub! Apalagi seperti bathtub yang di rumah. Bisakah kau bayangkan Dad? Seorang Viennece dan shower? And then, baru dua hari yang lalu Dad, I saw orang aneh di sini. Di kamar-kamar sebelah saya, semua wanitanya memakai baju jiran, Dad! Mereka menutup kepala mereka dengan kain yang tebal. Baju-baju mereka juga seperti mantel teball musim dingin ! Setahu saya, di sini tak ada winter! Dan sudah jelas, di sini sangat panas. Setelah saya bertanya tentang baju Jiran itu kepada Mr. Brann, Daddy tahu apa yang dia katakan? ISLAM. ISLAM, Dad. Saya sangat takjub. In the technology’s era like that, masih ada faham sesat seperti Islam ini. Apakah orang-orang di sini tidak berfikir, tidakkah mereka jengah menyembah Tuhan yang jelas-jelas tidak ada? Ke manakah logika mereka? Saya jijik melihat mereka. Saya sudah minta changed kamar dengan Mr. Brann, tapi shit! Nothing kamar lain yang kosong. Hanya satu kamar kosong di kompleks Islam ini. Nope Dad! ***


Town Library, 1 Juli Xy. “This is Indonesian languages books, Vienn,” Rani tersenyum sambil menunjuk rak biru diantara rak-rak lain. “Oh, thank you. Saya rasa saya akan mengambil yang so thick. Saya tidak betah baca lama-lama.” “Bagaimana Indonesia, Vienn?” kali ini Sita yang bertanya. “Em…I think indonesia lumayan bagus. Orangnya ramah-ramah,” jawaban yang seadanya. Vienn masih sibuk mencari buku yang sesuai seleranya. Tiba-tiba ia melihat sebuah buku terselip di antara buku-buku bahasa. ISLAM DAN LOGIKA. Judul besar tertulis di sampul buku itu. Vienn terhenyak. Ia membuka buku itu. Gemetaran tangannya membaca buku itu. Satu hal yang tak pernah terpikir olehnya. Menembus logika Islam…beginikah Islam? “Vienn, come on kita kembali ke hotel. Sudah waktunya lunch.” “I, iya.” Tanpa sepengetahuan yang lain, Vienn membeli buku itu dan segera membayarnya sebelum yang lain menyadari. Buku itu dimasukannya dalam tas kemudian dipegangnya tasnya erat-erat. Seolah takut buku itu raib. Ia sendiri tak mengerti apa yang terjadi, tapi kehenyakan yang sangat hebat menghancurkan keraguannya.. Dalam hatinya ia merasa inikah kebenaran? ***


Blackpearl Hotel, 2 Juli Xy. Dearest Daddy, Dad, ternyata orang-orang di sini tidak seburuk dugaan saya. Semuanya ramah pada saya . They always help me too. Saya sekarang sudah bisa berteman dengan mereka. Last day mereka mengajak saya ke library. Di sana saya memebeli buku. Buku Islam Dad. Maybe Daddy mengira saya sudah gila. And… maybe daddy,s right. Tapi saya rasa buku itu menarik Dad. Daddy juga harus membacanya ketika saya sudah kembali ke Australia nanti. Di sini juga banyak orang-orang berintelektual. Di sini saya perlahan mengerti saya bukan orang yang paling the best. You know, Daddy? Saya sangat terkejut dengan pandangan saya. First, saya menganggap orang-orang, yah, maksud saya wanita-wanita berbaju Jiran yang mereka sebut Hijab itu sangat rendah. Rendah sekali malah. But now, entah mengapa mereka terlihat sangat teduh. Ya, teduh. Mereka berkata Hijab yang mereka kenakan itu sangat nyaman dipakai. Shit ! Naif ! I know mereka sangat naif Daddy. Daddy, saya ingin cepat menyelesaikan tugas kedutaan ini lalu segera kembali ke Australia. Di sini pikiran saya kacau. Mungkin karena cuaca di sini tidak cocok untuk saya. ***


History Museum, 7 Juli Xy. Hari ini Viennece mengunjungi museum sejarah diantar oleh Mr. Brann untuk menyelesaikan tugasnya agar ia bisa cepat-cepat kembali ke Australia. “Miss Vienn, sudah waktunya pulang.” “Sebentar Mister. Saya harus ke toilet dulu. Mister tunggu saja di mobil. Sepuluh menit saya menyusul.” “Tidak apa-apakah Miss?” “Saya bukan lagi baby, Brann! Ayolah! Saya tak suka kamu mengawal saya sampai ujung dunia sekalipun.” “Ok. It’s up to you, Miss. Want something?” “Nope!” Vienn pergi ke toilet. Ia bingung. Di hotel kedutaan many girls yang berpakaian Jiran. Namun ketika ia ke tengah-tengah town, hanya beberapa saja yang terlihat mengenakan pakaian seperti Rani dan yang lainnya itu. “Yah, ok. It’s Indonesian, not at Australian,”ia bergumam dalam hati. Begitu keluar dari gedung museum Vienn tidak menemukan mobil kedutaan Brann. Ia mulai panik. “Hey, Stop this Kidding! It’s not fun, Mister Brann!” Namun tetap saja Mr. Brann tidak ada. Vienn cemas. Dia tidak tahu berapa jarak museum ini dengan hotel. How far? Bertambah cemasnya ia saat menyadari Handphone dan pagernya tertinggal di dalam mobil. Ia kembali ke museum dan bertanya kepada resepsionis. “Bagaimana saya bisa temukan Blackpearl Hotel?” Resepsionis itu bingung dengan pronounsation Vienn yang kacau. “Blackpearl Hotel? Apakah anda wakil kedutaan?’ “Right! I’m from Australian.” “Oh, jika ingin ke Blackpearl anda bisa naik kereta atau taksi.” “Tell me which better?” “Lebih aman jika anda naik kereta. Malam-malam begini naik taksi berbahaya. Apalagi untuk anda Nona.” Vienn keluar. Dalam hatinya menggerutu, “Shit! Brann Shit! Seorang Viennece naik kereta? Nope! Kamu harus bayar mahal ini semua, Brann!” Ya, Vienn tidak punya pilihan lain. Ia segera naik kereta dan duduk manis di sana. Dia membayangkan seandainya Daddy tahu hal ini, Daddy tentu akan menuntut kedutaan! Ya, apa yang tidak Daddy lakukan untuknya? Untuknya yang hanya semata wayang setelah Mommy meninggal tepat sebulan setelah ia lahir. Bahkan untuk menemaninya bermain saat Daddy pergi bekerja, Daddy mengadopsi seorang anak perempuan dari panti. Dan sekarang adik angkat yang hanya berselisih satu tahun darinya itupun sudah besar dan sudah duduk di bangku kuliah pula. Orang-orang di kereta tiba-tiba ribut. Vienn mulai terganggu. Ia bertanya pada anak Senior high school di sebelahnya. “Apa yang terjadi?” “Ndak tahu Mbak! Kayaknya kereta ini bermasalah.” “Bermasalah?” Belum sempat menjelaskan, tiba-tiba pemuda tadi berlari meninggalkannya. Orang-orang juga berlarian. Sepertinya panik. Vienn maju ke depan. Ingin tahu apa yang terjadi. “Hey Sir! What happen?!” “Sebentar lagi kereta ini akan tabrakan dengan kereta jurusan berlawanan karena kesalahan waktu keberangkatan !” jelas masinis terputus-putus karena cemas. “Kalau begitu berhentikan kereta ini!! Hurry up!!” “Tidak bisa!! Kereta ini kereta listrik Otomatis!” “Nope!! Turunkan saya!” “Silahkan kalau bisa! Dalam kecepatan seperti ini, tidak mungkin.” “Lalu apa yang harus dilakukan?” “Berdoa saja Neng! Berlindunglah di bawah kursi.” “Shit!” teriak Vienn sambil berlari ke belakang. Berdoa? Kepada siapa ia berdoa? Siapa Tuhannya? Bukankah sejak kecil ia tidak diberitahu siapa Tuhannya? Vienn baru akan bersembunyi saat ia melihat cahaya lampu kereta tepat di depan keretanya melesat dengan kecepatan tinggi ! Saat terakhir hanya satu kalimat yang diingatnya yang dari dalam hatinya terus ingin dikeluarkannya. “Allahu Akbar !!!” BRAKKK!!!! Semuanya gelap.***


Blackpearl Hotel, 2 Agustus Xy. Dearest Daddy, Dad, sudah hampir 3 minggu saya pulang dari hospital. Luka saya lumayan sembuh. Hanya luka di pipi kanan ini kata dokter akan membekas. Daddy, saya telah memilih jalan saya. Sekarang saya adalah muslimah, Dad. Selama saya di hospital saya terus bermimpi saya berada di tempat yang gelap dan suara alunan Qur’an membuat saya sadar dan di samping saya ada Rina dan yang lain melantunkan kitab suci itu. Ya, Dad Al-Qur’an adalah kitab saya sekarang. Mungkin Daddy akan menentang saya. Tapi saya telah memilih jalan saya, Dad. Saya harap Daddy mengerti dan suatu saat juga bisa membuka hati untuk Islam. Dad, sekarang Tuhan saya adalah Allah. Dialah yang menciptakan kita semua Dad. Saya sadar disaat tidak bisa lagi logika saya menyelamatkan saya, saya butuh pencipta. Saya tidak mau sendiri. Dad, sebentar lagi saya kembali ke Australia. Kata Rina, di sana ada Islamic Center tempat saya bertemu saudara-saudara seiman saya. Saya akan sering ke sana. Dad, Islam itu indah. Saya akan mengenalkannya pada Daddy. See you.***

5 Agustus Xy. Epilog: Vienn pamit dengan teman-teman sekompleks kamarnya. Sebelum pergi banyak yang menghadiahinya jilbab, Al-Qur’an dan alat sholat. Kathrin mengambil tas sandangnya. “Thank you. Saya tidak akan pernah lupakan kalian.” Vienn tersenyum. Setetes air mata jatuh dan membasahi jilbab biru muda yang dipakainya. Segera diusapnya. Ia akhirnya masuk ke mobil menuju bandara Soekarno-Hatta dan naik pesawat menuju Australia. Dua Hari kemudian… “Astaghfirullah!!” Rina menjerit dari kamar hotelnya. Yang lain menghampirinya. Rina gemetar dan air matanya perlahan mengalir. Ditunjukkannya koran di bawah kursinya. Tertulis di sana: “PESAWAT JURUSAN AUSTRALIA DARI BANDARA SOEKARNO-HATTA KEMARIN JATUH DAN DIPASTIKAN SEMUA PENUMPANGNYA MENINGGGAL.” Di daftar penumpang yang jasadnya telah dievakuasi terdapat nama Viennece Rindgrand Harv.***


Di kutip dari :www.cerpen.net

2 komentar:

  1. blog kamu sudah semakin ok khehehhhe

    BalasHapus
  2. tq liya. . ! Semoga tambah oke lagi . ! Dan doakan semoga bisa buat artikel buat posting di blog ini . . ! Hehehe

    BalasHapus